Suara hati si "Putus Asa" menuju PERUBAHAN

Waktu berjalan, kesedihan terus merayapi hariku. Keperihan yang menggoreskan luka menganga masih menetes tak kunjung kering. Keberuntungan hidup tak kunjung hinggap. Aku semakin merana menatap terangnya siang menanti datang malam. Tak kunjung usai kemalangan panjang. Tak jua muncul sesuatu yang bisa mendongkrak asaku yang hampir pupus. Minggu berjalan menjejali bulan berujung tahun. Tak jua tampak adrenaljn mencuat memenuhi rongga sanubariku untuk menggoreskan sebuah maha karya nan indah. Ribuan neuron saraf tak kunjung terhentak, semua seakan terlena mengikuti sang waktu yang terus merambat. Aku masih terpatung mengikuti irama hidup yang stagnan. Menarik nafas dengan payah, melewati hari penuh beban. Langkah berat yang diringankan, impian besar tersendak di kerongkongan yang sempit. Mengalir datar, tanpa tujuan, hampa, tak berbekas. Ruang hatiku kosong. Sekosong pandanganku akan masa depan. mengingatnya dadaku serasa menghimpit dan sesak, kelopak mataku hangat, cairan menggumpal diujungnya mengaburkan pandangan, tapi tak kunjung tumpah ke napal pipi yang landai. Ia membeku dan terpaku seperti terpakunya asaku tentang masa depan.

Aku ingin perubahan itu datang, melanda dan menabrakku bagaikan badai. Menghalauku mengikuti kilatan arus tajam. Menghentakkan jiwa dan mendamparkan aku disebuah hamparan yang penuh kemenangan, keagungan, ketenangan, sekaligus kebahagiaan. Tapi apa aku bisa berdamai dengan waktu?. Mengantarkanku pada jembatan impianku?. Aku tak mampu memandang harap ke depan, yang ada hanya kengerian dan ketakutan. Ketakutan pada jiwaku yang merasa tak sanggup menyebrangi bentangan takdir.
Aku tak lagi merasakan tawa lepas, hawa kelegaan, kebebasan. Yang kutemukan hanya penjara dan lorong-lorong hitam tak berujung, menghimpit, sesak, penuh tekanan.

Apa yang akan kuperbuat?
Hanya menanti? Menunggu sang waktu berpihak? Tersenyum dan singgah ?
Waktu adalah raja yang menguasai diriku. Ia akan terus menjalar kedepan tanpa meninggalkan jejak untuk kembali. Menghantam angin, menyusuri daratan dan menyeret lautan. Mencapai ujung langit yang entah sampai kapan. Aku tak akan pernah dapat meraihnya dan mengenggamnya dalam dekapan. Ia terlalu perkasa untuk hanya mempedulikan aku seonggok titik hitam yang berusaha mengoyak tabirnya yang tak terhitung berapa lapis Zap Penguasa Alam menyusunnya dalam kehidupan mahluk yang bernama manusia.

Seharusnya Aku bisa mengikuti gerakan irama itu, menari dengan cerdas, menyelami bahtera waktu sampai titik yang paling dalam. Kemudian berputar dan melaju menembus lapis demi lapis takdir. Bermain indah, mengayun maju kekiri dan kekanan. Sehingga aku tak lagi merasa terkungkung di lorong perut bumi yang gelap.
Ya…aku akan memulai semuanya dengan menyebut satu kata

“ Bismillah”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan klik disini untuk memberi komentar