Imam Ibnul Qayyim al-Jauziah “Pemuda yang sangat menjaga kejernihan hati”

Ibnul Qayyim Al-Jauziah merupakan rujukan umat muslim dalam kedalaman ilmu rahasia hati. Ia adalah sosok ulama yang banyak beribadah, bertahajud, selalu berdzikir dan amat mencintai serta faqir kepada Allah. Ia juga adalah ulama yang banyak memberi perhatian pada penyakit hati. Karya-karyanya melegenda dengan kecendrungan terhadap masalah hati, memberikan terapi cara mengobatinya, menghilangkan penyakit hati (Iri, dengki, hasad, takabur dan lainnya), cara mujahaddah, latihan rohani, banyak berzikir kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, menumbuhkan cinta kasih kepada Allah, serta mencintai wali-wali Allah. Ia bertekad agar hatinya menjadi bersih hingga hari kiamat seperti yang diungkapkan dalam Al-Quranul Karim

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” ( As-syu”araa :89).

Ibnul Qayyim dilahirkan di Damaskus, tanggal 17 Safar 691 H/1292 M. Ia dibesarkan dalam keluarga yang mencintai ilmu dan kemuliaan serta dididik dengan ilmu pengetahuan yang luas dari banyak ulama. Lingkungannya merupakan faktor utama yang mengarahkan hidupnya menjadi seorang ulama besar yang ahli dibidang tafsir, fiqih, ushul fiqih, tajwid dan lainnya.

Ketenaran beliau dengan nama Ibnul Qayyim al-Jauziah adalah karena ayahnya yang bernama Syekh Abu Bakar bin Ayyub Az-Zurri yang merupakan pendiri sebuah madrasah yang bernama ‘madrasah al-jauziah” di Damaskus beberapa tahun lamanya, sehingga ayahnya diberi julukan “Pendiri Al-jauziah”. Semenjak itu anak dan cucunya terkenal dengan nama tersebut. Dan salah dari mereka ada yang dipanggil Ibnul Qayyim al-Jauziah.

Ia berguru dengan banyak ulama terkemuka, ulama yang paling berjasa dan paling ia muliakan serta yang paling dekat dengan dirinya adalah Syekh Islam Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah (Ibnu Taimiyah). Ibnul Qayyim amat terpengaruh dengannya dan selalu menyertai Ibnu Taimiyah hingga akhir hidup syekh tersebut, sehingga setiap kali Ibnu Taimiyah disebut maka biasanya disebut pula Ibnul Qoyyim. Ia merasa banyak menimba ilmu dari Ibnu Taimiyah dan merasa terpuaskan dengan ilmu tersebut selanjutnya menyebarkannya, mempertahankannya dan menjadi pembelanya.

Disamping menimba ilmu dari gurunya, Ibnul Qoyyim juga mengasah kejernihan hatinya agar memiliki ruh yang kuat dan pendapat yang independen melalui ketekunan beribadah dan menjaga kemuliaan akhlak. Ia adalah sosok yang berjiwa tenang, kuat kepribadiannya dan tidak pernah takut membela Islam.

Seperti yang diceritakan Ibnu Katsir teman belajarnya mengatakan bahwa “Ibnul Qoyyim adalah pemuda yang bagus bacaannya, indah perangainya, penyayang wataknya, tidak pernah hasad terhadap orang lain, tidak menganiaya orang, tidak menggunjing orang lain, tidak dengki kepada siapapun dan tidak pernah menaruh dendam”.

Ibnu Katsir yang merupakan sahabat dekat Ibnul Qoyyim. Ibnu Katsir amat menyayangi sahabatnya Ibnul Qoyyim sebab beliau merupakan sosok yang tekun beribadah dan selalu bermuhasah (mengintropeksi diri). Ibnu katsir mengatakan “ Ibnul Qoyyim mempunyai tata shalat tersendiri. Jika ia shalat sendirian, maka ia memperpanjang sholatnya, memperpanjang ruku’dan sujudnya lama sekali”. Banyak dari kalangan para sahabatnya yang mengkritik perbuatan tersebut tapi Ibnul Qoyyim tetap tidak meninggalkan kebiasaannya dan tidak merasa terganggu dengan kritikan tersebut”.

Kebersihan hati mendorong sifatnya yang menonjolkan ketawadhuan (rendah hati) dikalangan para ikhwan yang seiman. Meskipun memiliki ilmu yang banyak dan hujjah yang kuat, ia selalu melihat dirinya sebagai sosok yang banyak berbuat salah dan banyak berdosa, dan menganggap ilmu yang ia miliki bisa menjadi hujjah baginya jika tidak mendapatkan rahmat dan anugerah dari Allah.

Jika selesai melakukan sholat subuh, Ibnul Qoyyim akan tetap berada ditempat duduknya sambil terus berdzikir kepada Allah. Beliau mengatakan “ Ini adalah sarapan pagiku, jika aku tidak mengkonsumsinya, niscaya kekuatanku akan rapuh”.

Sebagaimana Allah menguji para wali Allah dan orang-orang yang dicinta di sisi-Nya, Ibnul Qoyyim juga pernah merasakan hal itu. Allah berkehendak memperlihatkan keikhlasan Ibnul Qoyyim, maka iapun menerima cobaan tersebut. Ia pernah ditekan dan dipenjara bersama syekh Ibnu Taimiyah. Ia banyak mengalami penganiayaan di penjara dan pernah merasakan pengapnya penjara sebanyak 3 kali. Yang pertama di penjara bersama syekhnya dan diletakkan dalam sel yang terpisah di benteng Damaskus serta baru dibebaskan setelah syekh Ibnu Taimiyah wafat. Yang kedua dipenjara karena fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan yang ketiga karena mengingkari syaddur rihaal ( melakukan perjalanan khusus) untuk menziarahi makan rasulullah.

Selama di penjara, ia mengisi waktu dengan banyak membaca Al-Qur’an, mantadaburi serta menafakuri makna-maknanya. Allah membukakan banyak mutiara dari tadaburnya itu sehingga ia banyak mendapatkan segi dari dzauq dan mawaajid (ilmu rahasia hati) yang benar. Iapun kemudian mumpuni berbicara tentang ilmu-ilmu makrifat dan menelusuri kedalaman hati seperti yang tercantum dalam buku-buku karyanya.

Semasa hidupnya, Ibnul Qayyim memegang jabatan sebagai imam di madrasah Al-Jauziah menggantikan ayahnya dan juga pengajar di madrasah Shadariyah. Ia gemar menulis, membaca, mengarang dan mengajarkan apa yang telah ia tulis kepada murid-muridnya yang juga menjadi imam besar seperti Zainuddin Abdurrahman bin Rajab al-Hambali pengarang kitab Thabaqaat al-Hanabillah, Syamsudin bin Abdul Qadir pengarang kitab Mukhtashar Thabaqaat al-Hanabillah dan termasuk dari mereka adalah Ibnu Katsir pengarang kitab Al-Bidayah wan Nihayah.

Ibnul Qoyyim telah meninggalkan kekayaan ilmiah yang besar, dan dalam dirinya tersimpan khazanah ilmu Syekh Ibnu Taimiyah. Kemudian ia tambah dengan hasil-hasil kajiannya serta kecendrungan kepribadiannya sehingga lahirlah karya-karya yang diungkapkan dalam bahasa yang tenang dan perlahan-lahan. Kitab-kitabnya bukanlah kumpulan dari hasil perdebatan seperti mayoritas karya Ibn Taimiyah, melainkan pemikirannya diungkapkan dengan struktur gaya bahasa yang indah, bercabang dan mendalam, kuat isinya dan amat teratur bagian pembahasannya sebab ia menulis dengan tenang. Tulisannya merupakan paduan berfikir dengan cakrawala luas dan indah tapi diisi dengan kata-kata yang meledak-ledak yang merangkum banyak cahaya hikmah dari kalangan sahabat dan tabi’in.

Ibnul Qayyim wafat pada tanggal 13 Rajab 751H/1350M. Jenazahnya dishalatkan di masjid agung Bani Umayyah Damaskus, selepas sholat zuhur. Kemudian dishalatkan lagi di masjid Jarrah selanjutnya dikuburkan di Shagir Damaskus. Beberapa waktu sebelum wafat, ia bermimpi bertemu syekhnya Ibn Taimiyah. Kemudian ia menanyakan tentang kedudukannya di syurga. Maka Ibn Taimiyah menunjukkan kedudukannya yang lebih tinggi melebihi beberapa tokoh. Pada saat Ibnul Qoyyim wafat, Ibnu katsir mengatakan : “Pelayat jenazah beliau sangatlah banyak. Ketika itu jenazah beliau disaksikan oleh para hakim agung, para tokoh, orang-orang saleh, baik dari kalangan bagsawan maupun orang awam. Saat itu, orang-orang berebut mengusung keranda beliau”. Semoga Allah merahmatinya dan kita semua. Amiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan klik disini untuk memberi komentar